TRICK OR
TREAT
Malam itu semua anak-anak di Wammy's House berkumpul di aula. Ada sebuah
pengumuman yang akan diberikan Roger kepada mereka, tentu saja hal ini
menyangkut tentang perayaanHalloween yang
semakin dekat. Semua anak sangat antusias menantikannya. Semua anak termasuk Mello,
kecuali Near.
"Baiklah. Karena semua sudah
berkumpul, aku akan mengumumkan sesuatu?"
"Apa itu, Roger?" seru anak
lain.
"Hanya sebuah permainan yang
baru saja kubuat. Dan tentu saja, ini berhubungan dengan perayaan Halloween yang tinggal seminggu lagi."
Semua anak menjadi heboh.
Celotehan-celotehan penasaran dan antusias keluar dari mulut mereka. Semuanya
sibuk menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Roger.
"Ayo, cepat katakan,
Roger!" seru Mello tak sabar, dengan cokelat di tangan kirinya yang masih
separuh tersisa. Sahabatnya, Matt nampak cuek dan tetap memainkan PSP-nya.
"Baiklah… aku akan mengadakan
sebuah perlombaan," ujar Roger. Seketika suara celotehan anak-anak semakin
keras terdengar. "Tenang dulu…"
"Perlombaan apa, Roger?"
"Ada hadiahnya, kan?"
"Mudah-mudahan hadiahnya boneka
yang besaar sekali!" seru salah satu anak perempuan yang ditanggapi dengan
ejekan dari anak laki-laki.
Roger berusaha menenangkan anak-anak
itu, setelah mereka tenang, barulah Roger melanjutkan pembicaraannya,
"Perlombaan yang akan aku adakan adalah perlombaan mendapatkan permen Halloween. Yang paling banyak
mendapatkannya, dialah yang menang."
"Wah, mudah! Aku pasti
menang!" seru Mello diiringi cibiran kecil dari anak lainnya.
Roger tersenyum, "Sayangnya,
tidak akan semudah itu. Akan kujelaskan, yang harus kalian lakukan adalah
mendapatkan permen labu ini, yang sudah aku dan pengurus panti lainnya bagikan
kepada setiap orang dikota ini. Tepatnya, setiap rumah akan terdapat dua buah
permen labu ini," jelas Roger sambil memperlihatkan permen labu berbentuk
wajah tertawa yang seukuran kelereng. "Jadi, kalian harus berusaha
mendapatkannya dari orang-orang tersebut. Mereka semua sudah mengetahui tentang
perlombaan ini, jadi jangan harap mereka akan memberikan kalian permen labu ini
dengan mudah."
Kali ini semua anak berdiskusi ria
memikirkan cara apa yang akan mereka gunakan nanti untuk mendapatkan permen
labu itu.
"Apa hadiahnya jika aku
mendapatkan permen labu paling banyak?" tanya Mello. Sepertinya dia sangat
yakin jika dia akan memenangkan pertandingan ini.
"Kau akan tahu nanti, Mello.
Yang jelas ini adalah hadiah yang sangat menarik," jawab Roger sambil
tersenyum. "Aku juga ingin menambahkan bahwa perlombaan ini akan dilakukan
per kelompok. Satu kelompok terdiri dari dua orang."
"Bagus! Kita pasti menang,
Matt!" seru Mello sambil menarik tangan Matt.
"Sayangnya, Mello, kita akan
mengadakan undian untuk menentukan anggota kelompoknya. Kau tidak bisa
menentukan sendiri."
Mello cemberut, "Tapi,
Roger-"
"Tidak ada tapi-tapian,
Mello," potong Roger yang membuat Mello tambah kesal. "Baiklah,
sekarang waktunya untuk mengundi…"
Mello berharap dalam hati agar dia
bisa berpasangan dengan Matt.
mmmoooonnn
Mello memakan cokelat dengan kesal,
sambil sesekali menggerutu dan memukul tempat tidurnya. Acara pengundian sudah
selesai, dan semua anak sedang sibuk mempersiapkan kostum dan sebagainya
bersama pasangan kelompoknya.
"Sampai kapan kau akan kesal
Mello?" tanya Matt sambil mem-pause game-nya karena dia mulai
merasa terganggu dengan sikap Mello.
"Sampai Roger mengubah hasil
undian itu!"
Matt menghela nafas, "Aku rasa
itu tidak mungkin. Halloween tinggal seminggu lagi, mengapa kau
tidak mempersiapkan kostummu saja, daripada berkeluh kesah terus."
Mello mendelik, "Aku tidak
tertarik lagi dengan acara sialan itu. Aku tidak mau berpasangan dengan ALBINO
SIALAN ITU!" teriak Mello.
Ya… sesuai hasil pengundian, Mello
ditetapkan berpasangan dengan Near. Matt hanya bisa meringis saat dia mengingat
bagaimana kesalnya Mello saat dia tahu kalau dia berpasangan dengan Near,
saingannya selama ini.
Matt mengangkat bahunya,
"Terserah kau sajalah, Mello. Kalau kau tidak tertarik dengan hadiahnya,
aku sih tidak keberatan."
Mello diam, nampaknya dia sedang
berpikir.
"Grr… Matt!"
Mello mendelik sekali lagi ke arah
Matt lalu dia pergi dan menutup pintu dengan keras.
Matt hanya menatap pintu itu dalam
diam, lalu dia menghela nafasnya dan berbalik untuk melanjutkan permainannya
yang sempat tertunda tadi.
"Dasar, Mello. Apa dia tidak
tahu, kalau aku juga kesal karena tidak bisa berpasangan dengannya? Menyebalkan
sekali rasanya jika berpikir kalau Mello dan Near itu berjodoh."
mmmoooonnn
Mello melangkah cepat sambil sesekali
mengerutu kesal. Dia lalu membuka atau mungkin lebih tepatnya membanting sebuah
pintu dengan keras.
"Near!" teriaknya ke orang
yang berada di balik pintu itu.
Near. Bocah berambut putih itu sama
sekali tidak nampak terkejut dengan ulah Mello tadi. Entah karena dia sudah
terbiasa atau mungkin dia memang benar-benar tidak punya ekspresi di wajahnya.
Near mendongak ke arah Mello, tapi
Mello hanya terdiam. Egonya tidak memperbolehkannya untuk menyetujui keputusan
Roger untuk berpasangan dengan Near. Tapi di lain pihak, dia ingin memenangkan
perlombaan itu, dia ingin juara, dia sangat penasaran dengan hadiah yang akan
diberikan Roger nantinya.
Karena Mello hanya terdiam, Near
lantas melanjutkan aktivitasnya, yaitu menyusun dadu menjadi sebuah menara.
Mello yang merasa kesal, menendang menara itu sampai hancur lalu dia berjalan
dan duduk di ranjang milik Near, karena Near hanya sendirian berada di kamar
itu.
"Baiklah, dengarkan aku! Kita
akan membuat kostum yang seram, sehingga orang-orang akan memberikan kita
permen labu dan memenangkan perlombaan," kata Mello yakin.
Near hanya memunguti dadunya, "Saya
tidak tertarik mengikuti perlombaan itu."
"Aku akan memakai baju
penyihir," ujar Mello tanpa memedulikan perkataan Near, "tidak. Itu
tidak seram. Mungkin manusia serigala."
"Saya tidak suka pergi
keluar," kata Near lagi, dan tentunya Mello tidak peduli dengan hal itu.
Mello melihat Near, "Kira-kira,
kostum apa yang cocok untukmu, ya?'
Near memandang Mello sambil berpikir
akan lebih baik mengikuti perkataan Mello karena tidak ada gunanya
membantahnya.
"Kau tidak punya ekspresi. Tidak
akan berguna untuk menakut-nakuti orang. Che… payah kau," kali ini Mello
mondar-mandir sambil menginjak beberapa dadu milik Near yang masih berserakan.
"Mungkin aku harus menutupi mukamu dengan sesuatu yang menyeramkan. Topeng
mungkin?"
Near menghela nafasnya, dia sadar bahwa
dia tidak akan bisa menyelesaikan menaranya, mengingat semua dadunya semakin
berserakan karena ulah Mello tadi. Mello pastinya juga tidak akan membiarkan
dia bermain dengan tenang, mulai saat ini sampai satu minggu ke depan.
Mello menjentikkan jarinya, "Aku
tahu! Kostum yang cocok untukmu! Kostum mumi! Wajahmu akan ditutupi kain
sehingga ekspresi datarmu akan membuat kau jadi lebih menyerupai mayat
hidup!" Mello menyeringai. "Tentu saja aku akan jadi Phantom of Opera. Itu pasti
bagus!"
Near hanya diam.
"Ayo! Kita pergi mencari
bahan-bahan, tapi kita pergi ke kamarku dulu! Aku mau bertemu dengan Matt
dulu!" Mello menarik tangan Near, atau lebih tepatnya menyeretnya keluar.
Dan sekali lagi, Near hanya bisa menghela nafasnya, menyadari betapa berisiknya
hari-hari ke depannya nanti.
mmmoooonnn
Selama seminggu penuh Mello
mempersiapkan semua keperluannya untuk perayaan Halloween. Atau mungkin lebih
tepatnya adalah Matt dan Near yang mempersiapkan semua keperluan Mello
sedangkan Mello hanya memerintah mereka sambil memakan cokelatnya. Matt tentu
saja dengan senang hati menjalankan perintah Mello, sedangkan Near, bocah itu
tidak punya kuasa untuk menolak perintah Mello
Matt dan Near berpikir bahwa Mello
lebih pantas menjadi Ratu Cleopatra dibandingkan Phantom of Opera.
"Hei, apa yang harus kita
lakukan untuk kostum Near?" tanya Matt.
"Gulungkan saja kertas toilet ke
badannya. Habis perkara," jawab Mello.
Matt terkekeh pelan, "Kau kejam
Mello."
Mello menunjuk Near, "Pokoknya
kau harus membuat kostummu dengan bagus dan seram, tentu saja. Karena kita
harus menang! Harus!"
Near hanya terdiam.
"Near?" Mello menatap tajam
Near, menunggu jawabannya.
Near menghela nafas, "Iya,
Mello."
Mello hanya menyeringai.
"Bagus! Kita pasti menang! Dan,
Matt-"
"Aku tahu. Aku akan menyerahkan
semua permen labu yang kudapat beserta permen lainnya padamu," jawab Matt
dengan tersenyum.
"Bagus, Matty!" ujar Mello
tersenyum sambil merangkul sahabatnya.
Near menatap mereka berdua sejenak,
lalu memalingkan wajahnya sambil berpikir andai saja dia berada di tempat lain
saat ini, yang jelas bukan di sini.
mmmoooonnn
October 31, 2001
"Baiklah, anak-anak! Selamat
menikmati Halloween dan takutilah semua orang yang kalian
temui, lalu menangkan perlombaanya!" seru Roger kepada semua anak yang
telah bersiap dengan kostum mereka.
"YAA…!"
Matt mendekat ke arah Mello,
"Wow, kau hebat, Mello! Kostummu keren!"
"Kau pakai apa, Matt?"
Matt tersenyum, "Ini kostum
Wolverine!"
"Manusia serigala?"
Matt menggeleng, "Bukan, ini
sebenarnya…"
Sementara Matt sibuk menjelaskan
tentang kostumnya pada Mello, Near nampak membenahi kostumnya sendiri.
Kostumnya sangat unik. Berupa baju yang ditempeli dengan kain perban dan
mukanya dengan sukses tertutupi perban layaknya orang yang masuk rumah sakit
dengan muka hancur sehingga mukanya harus diperban. Tentu saja muka Near
ditutupi perban oleh perawat yang bekerja di Panti ini. Itu ide Mello, karena
tidak ada yang bisa melilit perban di kepala di antara mereka bertiga. Hal itu
diputuskan setelah Mello hampir mencekik mati Near dengan gulungan perban.
"Ya. Aku mengerti. Itu bagus,
Matt!" ujar Mello yang membuat Matt senang.
"Ah! Aku harus pergi sekarang.
Dah, Mello! Dah, Near!" kata Matt sembari berlari ke arah pasangannya.
Mello menatap Near, "Well,
perawat itu melakukan tugasnya dengan baik. Bagus! Ayo kita pergi. Kita
takut-takuti semua orang! Yeah!"
Near pun mengikuti Mello di
belakangnya sambil melihat tangan kiri Mello yang tidak tertutupi sarung
tangan. Dia hanya memakai satu sarung tangan berwarna hitam di tangan kanannya.
Near mendongak ke langit. Udara
begitu dingin, alangkah baiknya jika…
mmmoooonnn
Mello bersenandung kecil. Dia sukses
menakuti banyak orang dan hasilnya, tentu saja dia banyak mendapat permen labu.
Mungkin juga karena pesona yang dimiliki oleh Mello dan Near membuat semua
orang luluh dan memberikan permen pada mereka.
Bocah ramping berambut keemasan
dengan pakaian berwarna hitam dan bocah kecil berambut putih dengan perban di
tubuhnya. Sungguh daya tarik yang hebat.
Cara menakuti yang digunakan Mello
adalah seperti ini :
Pertama, Mello akan membunyikan bel,
lalu bersembunyi bersama Near-yang terlebih dahulu bersembunyi.
Kedua, pada hitungan ketiga, saat
pemilik rumah keluar, Mello akan melompat ke arahnya dan mengejutkan si pemilik
rumah sampai dia terjatuh dan berteriak saking kagetnya.
Ketiga, Mello akan menyeringai sambil
berkata 'Trick or Treat!
Dan akhirnya Mello pun mendapatkan
apa yang dia inginkan. Sementara di sisi lain, Near hanya bisa tersenyum tipis,
-bahkan mungkin bagi orang lain itu bukanlah senyuman-, melihat tingkah Mello.
Dan cara lainnya yang digunakan
adalah dengan membiarkan Near memandangi si pemilik rumah tanpa berkedip serta
tanpa ekspresi membuat si pemilik rumah merinding.
Tentu saja semua cara itu berhasil.
Mello melihat hasil tangkapannya,
"Aku pasti menang!"
Seharusnya 'kita', bukan 'aku', tapi
Near tidak mempermasalahkan perkataan Mello itu. Lagipula, dia tidak tertarik
dengan hadiahnya.
Mello berhenti berjalan di sebuah
rumah yang berbentuk kastil tua. Pagarnya sudah karatan dan nampak usang.
Pekarangannya tidak terawat sehingga membuat rumah itu semakin terlihat
menyeramkan. Ditambah dengan kenyataan bahwa sekarang adalah malam Halloween, hal-hal menakutkan
menjadi dua kali lipatnya.
"Kita masuk, Mello?" tanya
Near karena sedari tadi Mello hanya terdiam menatap rumah itu.
Mello mendelik, "Tentu saja. Aku
tidak takut, kok."
Dia takut, batin Near.
Mello mengetuk pintu rumah itu,
karena dia tidak menemukan bel rumah itu. Sepertinya Mello melupakan strategi
menakuti yang dia lakukan tadi. Saat ini Mello dan Near hanya berdiri di depan
pintu. Tidak melakukan apa-apa.
Near menoleh ke arah Mello sejenak,
lalu pintu terbuka dan-
"GROAAARRR!"
Sesosok manusia yang menyerupai
serigala muncul. Bajunya robek seolah tubuh itu menyeruak keluar sehingga baju
tersebut tidak cukup untuk menampungnya dan robek seketika. Badannya berbulu
seperti bulu anjing dan wajahnya… ya, wajahnya seperti serigala. Telinga yang
mencuat keluar, moncong yang berlendir, taring yang terlihat dengan jelas dan
mata berwarna merah kecoklatan.
"Akan kumakan kalian…
hehehe…"
Mello dan Near hanya diam.
Monster itu mendekatkan moncongnya ke
arah Mello, dan walau tak terlihat, Near meringis seperti kesakitan.
"Wow, kalian anak-anak yang
berani, anak-anak yang lain biasanya sudah lari ketakutan. Sambil berteriak
atau menangis," gumamnya seraya memegang kepalanya dan menariknya ke atas.
Saat itulah tampak wajah seorang laki-laki dewasa yang tersenyum jahil,
"Padahal aku sudah memesan kostum ini dari modeler yang ahli dalam membuat make-up effect. Sayang
sekali…"
Mello dan Near hanya terdiam.
"Well, ini
permennya," katanya sambil menyerahkan permen itu ke arah Near. "Dan
Selamat Hari Halloween."
mmmoooonnn
Laki-laki itu memandang kepergian
Mello dan Near.
Dia menghela nafas, "Haah… malam Halloween tanpa teriakan, tidak seru," dia
tersenyum lagi. "Tapi aku tidak menyangka orang-orang masih bisa melakukan
hal yang romantis di malamHalloween."
Kemudian dia memakai topengnya
kembali dan masuk ke rumah sambil menggelengkan kepalanya.
mmmoooonnn
Mello dan Near sedang dalam
perjalanan pulang. Selama perjalanan, Mello hanya diam tak berbicara satu patah
kata pun. Itu aneh, mengingat dia sudah berhasil mendapatkan banyak permen labu
hari ini, harusnya dia berkata sesuatu yang berisi kata 'aku' dan 'menang'.
"Mello…" Near memanggil
Mello sehingga Mello berhenti berjalan.
"Wajahmu pucat. Apa kau
ketakutan tadi?"
Mello tersentak. "Aku tiddakk
takkuttt…" jawabnya, tapi yang terdengar hanya suara cicitan. Itu sudah
membuktikan kalau Mello benar-benar ketakutan.
"Kau ingin duduk dulu, atau
apa?"
Mello merengut, "Aku mau
pulang!"
"Mello…"
Mello berbalik, "Apa lagi?"
"Tangan," kata Near.
Alis kanan Mello terangkat,
"Hah? Apa?"
"Tangan…" ulang Near.
"Tangan?" Mello melihat
tangannya. Dia melihat tangannya yang sedang menggengam tangan Near dengan
erat. Seketika dia menyentakkan tangannya.
Muka Mello memerah, dia benar-benar
merasa malu sampai dia tidak menyadari bahwa dia sedang memegang tangan Near.
Demi Tuhan, tangan Near? Apakah tidak ada hal lain yang bisa dia pegang selain
tangan Near?
"Sejak kapan aku memegang
tanganmu?"
Near memijat tangan kanannya,
"Sejak kita masuk ke rumah kastil itu sampai kau menyentakkan tangan
saya."
Wajah Mello semakin memerah. Demi
Tuhan, hal bodoh apa yang dia lakukan sejak tadi?
"Tangan Mello dingin. Mello
tidak bawa sarung tangan lagi?"
Mello hanya menggeleng, dia merasa
sangat malu sekarang.
Near tersenyum, benar-benar tersenyum
–walaupun mungkin Mello tidak melihatnya-, lalu dia meraih tangan kiri Mello dan
menggandengnya. Mello tersentak, tapi dia tidak menolak genggaman tangan Near,
dia malah membalas dengan menggenggam tangan Near.
Mereka berdua berjalan dalam diam.
Seperti hari-hari biasa. Mereka memang jarang berbincang tapi mereka saling
mengerti satu sama lain.
"Hadiahnya nanti kita bagi
dua," kata Mello pelan. Sepertinya dia benar-benar yakin kalau mereka akan
menang.
Wajah Mello memerah lagi.
"Ternyata menyenangkan juga
pergi keluar."
"Makanya, sekali-kali pergi
keluar. Jangan di kamar terus!"
"Mudah-mudahan kita bisa pergi
lagi, Mello…"
Near mendongak ke arah langit.
Udara begitu dingin,
alangkah baiknya jika kita bisa bergandengan tangan…
0 comments:
Post a Comment